Wisata Torosiaje




Torosiaje merupakan perkampungan suku bajo yang ada di Kecamatan Popayato Kabupaten Pohuwato. Seperti halnya desa suku bajo yang ada di Kabupaten Boalemo, maka segala kehidupan dan aktifitas suku ini menyimpan keunikan tersendiri. Yang menarik adalah kehidupan penduduknya (suku Bajo), mereka hidup normal layaknya orang di daratan. Bayangkan saja segala fasilitas umum tersedia, mulai dari jalan, mesjid, sekolah, aula, lapangan badminton, kantor lurah, penginapan, warung yang lengkap, puskesmas, fasilitas air tawar dan listrik, semuanya terbentang di atas lautan luas. Desa Torosiaje seperti ‘surga yang tersembunyi’, dari darat tidak kelihatan sama sekali, apalagi pada waktu malam. Dari tengah laut sejauh mata memandang hanya kelihatan atapnya saja. Torosiaje terbagi atas dua dusun dengan jumlah penduduk hampir 1000 jiwa. Wisata Desa Torosiaje merupakan icon wisata Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo.

Antropolog asal Perancis, Francois – Robert Zacot, pernah meneliti orang Bajo atau suku bajo yang hidup di desa Torosiaje ini. Dalam bukunya yang berisi catatan lapangan Zacot atas suku Bajo, ia mengisahkan hari – harinya bersama suku yang memilih hidup di perahu dan rumah di atas air laut ini. Layaknya karya etnografi lainnya, Zacot mencatat segala sendi kehidupan orang Bajo mulai dari sistem kepercayaan hingga mata pencahariannya. Namun kelihatan sekali ia sangat tertarik mencari alasan suku ini menetap di laut dengan menggali asal – usul suku ini yang simpang siur dan penuh mitos.

Kiprah dan jejak suku Bajo memang selalu menantang untuk ditelusuri. Laut adalah semesta yang setiap hari diakrabi dan diarungi hingga batas terjauh. Suku Bajo adalah pengelana laut yang paling memahami asinnya air laut. Seseorang yang lahir di suku ini sudah diperkenalkan dengan laut dalam usia yang baru beberapa hari. Laut adalah nyawa yang memelihara eksistensi orang Bajo sebagai pengelana dan penakluk lautan.
Ada beberapa pendapat tentang asal usul Suku Bajo di nusantara tercinta ini. Sebagian besar peneliti percaya Suku Bajo tidak bisa dilepaskan dari kekayaan maritim Sulawesi Selatan. Tapi ada pula yang meyakini Suku Bajo atau sebenarnya berasal dari Sulawesi Tenggara. Yang pasti, komunitas Suku Bajo adalah bagian dari masyarakat Sulawesi yang hidup di hampir seluruh pesisir pantai. Komunitas mereka biasa disebut juga dengan nama To Bajo, Bajau, Bajo E, To Wajo atau Orang Laut yang tak memiliki teritorial.


Dulu, mereka adalah manusia – manusia yang telah menjadikan laut sebagai sahabat dan tempat tinggalnya. Aktivitas memasak, tidur, dan menghabiskan waktu bersama keluarga, mereka lakukan di atas perahu dengan layar mengembang. Layak jika mereka disebut sebagai manusia perahu. Tetapi, pemandangan seperti itu tidak tampak lagi, karena sebagian dari mereka sudah berkumpul membangun perkampungan meski tetap berdiri di atas laut. Begitupun dengan suku bajo di Torosiaje yang 90 persen warganya mengaku berasal dari Selatan.
Banyak hal menarik dari kehidupan masyarakat adat Suku Bajo yang ada di perairan teluk tomini. Selain misteri asal muasal mereka sebagai seanomedic atau manusia perahu, Suku Bajo juga punya keunikan yang selalu menarik perhatian peneliti dan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Lingkungan perkampungan suku bajo di torosiaje begitu bersih karena setiap rumah telah memiliki septic tank. Tidak ada nyamuk, serangga, sampah, polusi asap hanya dari kepulan asap dapur. Pendidikan dasar untuk anak – anak suku bajo sudah berjalan walaupun muridnya lebih banyak perempuan daripada laki – laki, dengan alasan hal ini karena kebanyakan anak laki – laki ikut orang tuanya melaut. Bukan hanya pendidikan dasar saja yang telah di terapkan pemerintah setempat si desa torosiaje ini, bahkan sekolah menengah kejuruan pun telah hadir di tengah – tengah masyarakat suku bajo.
Berbeda dengan kehidupan Suku Bajo di Wakatobi Sulawesi Tenggara, masyarakat Suku Bajo di Torosiaje jauh lebih “modern”. Hampir semua fasilitas ada di perkampungan torosiaje yang dihuni 300 KK ini semua dibangun di atas air laut dengan menggunakan tiang kayu. Mulai dari rumah – rumah terapung yang tertata apik sampai dengan cottage tempat para wisatawan menginap. Mereka pun telah mengenal kecanggihan teknologi zaman sekarang karena untuk berkomunikasi sebagian di antara mereka sudah menggunakan handphone.
Sekolah Dasar di Torosiaje di bangun di atas sebuah karang yang ditimbun untuk mendirikan gedung permanen yang modern. Warga Torosiaje pun sebagian sudah mengenal dunia peternakan. Diantaranya ada yang beternak kambing, entah bagaimana suku bajo merawat kambing peliharaan mereka, yang pasti semua di lakukan di atas lautan luas. Selain kambing ternyata orang bajo juga punya peliharaan favorit lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yakni Lobster dan Anak Hiu.
Untuk mencapai perkampungan Suku Bajo hanya ada satu alat transportasi yang dapat digunakan yakni perahu. Oleh penduduk lokal perahu – perahu angkutan yang menghubungkan rumah – rumah terapung Suku Bajo dengan daratan di sebut ojek. Tidak perlu memakan waktu lama untuk menjangkau perkampungan Torosiaje Suku Bajo. Hanya butuh waktu lima menit dari ujung jembatan Desa Torosiaje. Tapi, jarak yang di tempuh dari Ibukota Provinsi Gorontalo sampai ke Desa Torosiaje ini lebih kurang 500 km. Kalau menggunakan kendaraan pribadi, jarak Ibukota Gorontalo ke Desa Torosiaje menghabiskan waktu sekitar 6 hingga 7 jam.

Perkampungan nelayan yang alami, bau asin air laut yang eksotik, dan keramahan warga Suku Bajo akan menyapa Anda ketika sampai ke pintu gerbang desa torosiaje. Konon, 10 tahun silam desa torosiaje mempunyai kisah tentang manusia air yang bernama Sengkang atau di kenal juga dengan si Manusia Lumut, yang konon asalnya dari Wajo Sulawesi Selatan. Tidak ada yang tahu persis latar belakangnya. Semua orang memanggilnya Sengkang karena konon katanya dia orang Sengkang. Kehidupan sehari – harinya berendam di air laut tanpa mengenal siang dan malam. Manusia Air ini sempat menjadi buah bibir di masyarakat Gorontalo dan telah melegenda. Kisah tentang Sengkang Si Manusia Air memang bukan satu – satunya daya tarik Torosiaje.
Di desa torosiaje, Anda juga dapat menikmati indahnya matahari terbit di pagi hari atau sunrise dengan suasana pagi yang begitu alami. Dengan menyusuri jembatan yang semua bahan bakunya terbuat dari kayu dan papan hingga ke penghujung desa terapung. Begitupun dengan suasana alam saat matahari terbenam atau sunset. Tempatnya sangat artistik dan natural.
Dalam sebuah situs wisata, Torosiaje bahkan disebut sebagai ‘The Hidden Paradise’ atau surga yang tersembunyi.






PHOTO GALERRY

VIDEO